Translate

Kamis, 02 Agustus 2012

Inspirasi dan Motivasi Tunanetra dari Radio Sama FM

KBR68H - Keterbatasan fisik bukan alasan bagi seseorang untuk berhenti berkarya. Anak-anak muda di Mijen, Semarang, Jawa Tengah ini membuktikan tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, jika ada kemauan. Menjadi penyiar dan operator radio pun bisa mereka lakukan, meskipun mereka tunanetra. Reporter Agus Luqman mengajak Anda berkenalan dengan anak-anak muda tunanetra yang menggerakkan Radio Komunitas Sama FM.
Melawan Labelisasi
Suara serak mirip robot itu terdengar dari komputer sederhana di kamar kecil pojokan rumah. Letaknya sedikit terpencil di pinggiran Semarang, Jawa Tengah. Kamar kecil itu disulap menjadi studio radio.
Sofyan lincah memainkan jarinya di papan ketik  komputer. Mulai dari membuka folder, memindahkan arsip lagu dalam daftar putar, hingga menyalin arsip komputer dalam media penyimpanan digital. Tangannya bahkan lebih lincah dari orang awas. Dan jangan kaget kalau Sofyan seorang tunanetra.
"Assalamu'alaikum. Salam Sahabat Mata Membuka Jalan Cahaya, Inspirasi dan Motivasi. Halo apa kabar sahabat? Senang sekali rasanya saya Iyan Al-Firdaus kembali menemani para sahabat di Programa Canting, Edisi Ahad.”
Siang itu, Sofyan alias Iyan al-Firdaus tengah mempersiapkan peralatan dan audio siaran radio.
"Nama saya Sofyan. Saya aktif di Radio Sama FM, sejak 2011. Saya mendapat amanat sebagai music director, yang mengatur susunan lagu untuk diputar. Juga sekaligus penyiar dan operator. Hitungannya kita masih baru sekali. Tujuannya agar bisa kita komunikasi dengan lancar. Mengubah mindset masyarakat, bukan berarti tunanetra itu pengemis, peminta-minta, tukang pijat, atau musik.”
"Perjuangan seorang tuna netra menjadi penyiar itu memang luar biasa. Kita harus mendengarkan suara lagu, audio, dan kita juga harus mendengarkan suara JAWS, suara layar.”
Caranya bagaimana?
“Jadi kita punya radio itu ada suaranya. Kalau visual ga bisa. Nah ada software JAWS itu yang membantu.”
Apa kesulitan menjadi operator?
Rubiyanto dan Sofyan di Studio Sama FM
Rubiyanto dan Sofyan di Studio Sama FM
“Seorang tuna netra harus lihai. Kita harus menghafal keyboard, letak-letak folder. Jadi harus bersahabat dengan telinga.”
Jadi berapa lama pelatihan?
“Tekniknya sekitar tiga bulan. Untuk komputer dulu. Nanti tinggal menyesuaikan, jam terbang tinggi.”
Radio Komunitas Sama FM merupakan bentuk perlawanan Basuki, seorang bekas penjual buku lepas atau sales buku, terhadap labelisasi tunanetra yang identik dengan tukang pijat.
"Saya Basuki, ketua Komunitas Sahabat Mata. Kami di Sahabat Mata berkeinginan punya radio itu sejak 2005. Setiap saat kita sampaikan ke teman-teman. Kita ingin punya radio yang beda dengan yang lain. Baru 2010 kita punya stasiun radio komunitas, yang penyiar dan operator studio itu teman-teman tunanetra."
Sekitar 10 tahun lalu Basuki, mungkin tidak pernah menyangka akan menjadi bidan yang melahirkan sebuah radio komunitas. Minatnya pada radio baru muncul, ketika ia mengalami buta total pada 2004.
“Itu kena ablasio retina. Syaraf retina nya lepas. Diagnosa dokter kemungkinan karena minus tinggi.
“Sempat berkacamata? Terakhir kacamata saya minus 11."
"Sebenarnya gagasan membuat radio itu sebelum saya kenal tunanetra. Saya masih kumpul dengan teman-teman awas, tahun 2005. Apa ya, rasa gemas. Mendengar konten radio seperti itu. Mengapa tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Malah jadi ajang nggak benar. Dari situ keinginan punya radio."
Basuki tak gentar meski angan-angan mendirikan stasiun radio dianggap sebagai proyek mustahil. Tapi toh akhirnya ia bisa mewujudkan impiannya.
Sofyan, penyiar dan operator
Sofyan, penyiar dan operator
“Ketika itu teman-teman menganggap bahasa Jawanya 'tangeh lamun' sesuatu yang mustahil. Tetapi kita ingin membuka ruang baru bagi teman-teman. Selama ini teman-teman tunanetra itu kecenderungan diarahkan jadi tukang pijat, pekerjaan-pekerjaan tertentu. Sementara kita ingin, tunanetra itu kan sebatas tidak bisa lihat. Sedangkan indra lainnya masih bisa. Jadi selama kita belum mencoba, ya belum tentu tidak mungkin.”
Itu ditujukan ke siapa? Umum?
“Ini yang membedakan Sahabat Mata dengan organisasi ketunanetraan lain. Kalau yang lain itu lebih ke internal, mengurusi teman-teman tunanetra. Tapi kita coba berkiprah bagaimana teman-teman tunanetra ini tidak saja bermanfaat bagi sesama tunanetra tapi juga untuk yang umum."
Sudah lebih dari setahun, Radio Sama FM mengudara, menyapa pendengar dalam radius lima kilometer di sekitar Mijen, Semarang, Jawa Tengah. Setiap hari sejak pukul 14 siang hingga pukul 22 malam, para penyiar dan operator tunanetra menghadirkan berbagai acara, mulai dari perbincangan kesehatan, musik, pengajian, hingga buku bicara.
Kerja Sama dengan Sekolah
Siang itu dua guru muda mendatangi studio Radio Sama FM yang didirikan Yayasan Sahabat Mata. Bukan tanpa alasan pengelola SD Cahaya Bangsa Mijen Semarang bermitra dengan Radio Sama FM dalam kegiatan pendaftaran siswa baru. Menurut Atika dan Anum, dari SD Cahaya Bangsa, keinginan bekerjasama itu muncul sejak pihak SD mengundang Yayasan Sahabat Mata untuk memberikan motivasi pada para siswa.
"Yang membuat tertarik itu, karena teman-teman di sini itu hampir semua tunanetra. Kita tahunya tunanetra itu seperti itu, tapi ternyata di sini tidak seperti biasa. Ternyata ada keluarbiasaannya. Ternyata meski tunanetra itu mereka masih bisa berkarya, salah satunya dengan radio. Karena kami begitu antusias dengan semangat mereka.”
"Harapannya kita bisa menularkan semangat mereka. Walaupun mereka punya keterbatasan, tapi ternyata masih bisa berkarya. Semangat seperti itu yang ingin kita tularkan ke anak-anak.
Dan ternyata, Atika dan Anum juga salah satu pendengar setia Radio Sama FM.
Ruang Pemancar Sama FM
Ruang Pemancar Sama FM
“Acara malam. Sekitar 21.30 itu tentang buku bicara. Buku bicaranya tentang tetralogi karangan Tere Lie, Serial Anak-anak Mamak.”
Bagi pendiri Radio Sama FM Basuki, keberadaan SD Cahaya Bangsa dan nanti sekolah lain adalah dalam upaya kampanye inklusifisme sekolah, yang tidak membedakan anak berkebutuhan khusus.
“Kita sebelumnya belum mengarah ke sana. Tapi beliau-beliau di Cahaya Bangsa itu melihat kita seperti ini, akhirnya ingin kerjasama. Mereka ada publikasi di sini, dan kita coba ke  Cahaya Bangsa itu agar mereka jadi sekolah inklusif, atau sekolah umum yang bisa menerima teman-teman yang berkebutuhan khusus.”
Respon mereka?
“Insya Allah tahun ajaran besok itu satu siswi tunanetra masuk ke sana, kelas I."
Basuki kini sedang merancang sejumlah program dan kegiatan, agar keberadaan Radio Sama FM lebih maksimal. Termasuk kerjasama dengan sejumlah radio komunitas di sekitar Semarang.
"Karena fokus kita ke pendidikan, kita arahnya ke sana semua. Ada buku digital. Harapannya nanti ada guru ngajar di studio, kerjasama dengan sekolah, nanti ada guru mengajar ke sini. Pelajaran sosial maupun eksak, pelajaran sekolah itu bisa kita ajarkan di sini. Terus, remaja-remaja, membangun kreativitas di sini. Karena kita juga kerja sama dengan sekolah-sekolah di sini.“
Ingin Bangun TV Tunanetra
Tak ada yang tidak mungkin selama ada niat dan kemauan kuat. Itu pula yang dipegang Basuki, termasuk mimpi berikutnya nanti untuk membangun televisi komunitas dengan penyiar dan operator tunanetra.
"Secara teknis tidak ada kendala, yang jelas kendala di anggaran. Karena anggaran masih subsidi dari Yayasan Sahabat Mata. Kita ingin Sama FM nanti bisa produktif sendiri.”
Komersial?
“Target kita begitu. Target kita lima tahun. Lima tahun komunitas, lalu bisa ke komersial. Lalu  di tahun kelima, akan kita bangun tv komunitas.”
Penyiarnya?
“Nanti semua tunanetra, kecuali kameramen. Hahaha. Sejak awal kita sudah omong-omong ke teman-teman. Untuk merintis tv komunitas.”
Namun proses membentuk Radio Komunitas Sama FM menjadi radio komersial bukan tantangan mudah. Salah satu tantangannya adalah keterbatasan sumber daya manusia. Saat ini Radio Sama FM hanya memiliki tiga penyiar yang sekaligus berperan menjadi operator. Selain Basuki dan Sofyan, ada penyiar dan operator perempuan Siti Maimunah.
"Saya sih lebih ke operator. Kalau jadi penyiar itu nggak asyik. Saya lebih suka mengoperasikan komputer, radionya. Kalau jadi penyiar itu nggak terlalu suka, lebih suka setting lagi."
Untuk mengatasi masalah itu, Yayasan Sahabat Mata mengundang sejumlah tunanetra dari berbagai daerah untuk dilatih sebagai penyiar dan operator.
Pelatihan itu bisa dibilang lebih berat seribu kali dibanding pelatihan komputer untuk orang awas. Karena yang digunakan adalah komputer yang umum dipakai banyak orang, papan ketik huruf latin, dan mixer pengatur suara sebagaimana dipakai radio pada umumnya. Mereka hanya mengandalkan telinga untuk mendengarkan mesin pembaca layar di komputer.
"Pukul 20 tepat, waktu Radio Sama FM, 107,7 MHz. Inspirasi dan motivasi...."

di kutip ulang dari beberapa sumber media di internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar