Melawan Labelisasi
Suara serak mirip robot itu terdengar
dari komputer sederhana di kamar kecil pojokan rumah. Letaknya sedikit
terpencil di pinggiran Semarang, Jawa Tengah. Kamar kecil itu disulap
menjadi studio radio.
Sofyan lincah memainkan jarinya di papan
ketik komputer. Mulai dari membuka folder, memindahkan arsip lagu
dalam daftar putar, hingga menyalin arsip komputer dalam media
penyimpanan digital. Tangannya bahkan lebih lincah dari orang awas. Dan
jangan kaget kalau Sofyan seorang tunanetra.
"Assalamu'alaikum. Salam Sahabat Mata
Membuka Jalan Cahaya, Inspirasi dan Motivasi. Halo apa kabar sahabat?
Senang sekali rasanya saya Iyan Al-Firdaus kembali menemani para sahabat
di Programa Canting, Edisi Ahad.”
Siang itu, Sofyan alias Iyan al-Firdaus tengah mempersiapkan peralatan dan audio siaran radio.
"Nama saya Sofyan. Saya aktif di Radio
Sama FM, sejak 2011. Saya mendapat amanat sebagai music director, yang
mengatur susunan lagu untuk diputar. Juga sekaligus penyiar dan
operator. Hitungannya kita masih baru sekali. Tujuannya agar bisa kita
komunikasi dengan lancar. Mengubah mindset masyarakat, bukan berarti
tunanetra itu pengemis, peminta-minta, tukang pijat, atau musik.”
"Perjuangan seorang tuna netra menjadi
penyiar itu memang luar biasa. Kita harus mendengarkan suara lagu,
audio, dan kita juga harus mendengarkan suara JAWS, suara layar.”
Caranya bagaimana?
“Jadi kita punya radio itu ada suaranya. Kalau visual ga bisa. Nah ada software JAWS itu yang membantu.”
Apa kesulitan menjadi operator?
“Seorang tuna netra harus lihai. Kita harus menghafal keyboard, letak-letak folder. Jadi harus bersahabat dengan telinga.”
Jadi berapa lama pelatihan?
“Tekniknya sekitar tiga bulan. Untuk komputer dulu. Nanti tinggal menyesuaikan, jam terbang tinggi.”
Radio Komunitas Sama FM merupakan bentuk
perlawanan Basuki, seorang bekas penjual buku lepas atau sales buku,
terhadap labelisasi tunanetra yang identik dengan tukang pijat.
"Saya Basuki, ketua Komunitas Sahabat
Mata. Kami di Sahabat Mata berkeinginan punya radio itu sejak 2005.
Setiap saat kita sampaikan ke teman-teman. Kita ingin punya radio yang
beda dengan yang lain. Baru 2010 kita punya stasiun radio komunitas,
yang penyiar dan operator studio itu teman-teman tunanetra."
Sekitar 10 tahun lalu Basuki, mungkin
tidak pernah menyangka akan menjadi bidan yang melahirkan sebuah radio
komunitas. Minatnya pada radio baru muncul, ketika ia mengalami buta
total pada 2004.
“Itu kena ablasio retina. Syaraf retina nya lepas. Diagnosa dokter kemungkinan karena minus tinggi.
“Sempat berkacamata? Terakhir kacamata saya minus 11."
"Sebenarnya gagasan membuat radio itu
sebelum saya kenal tunanetra. Saya masih kumpul dengan teman-teman awas,
tahun 2005. Apa ya, rasa gemas. Mendengar konten radio seperti itu.
Mengapa tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. Malah jadi ajang nggak benar.
Dari situ keinginan punya radio."
Basuki tak gentar meski angan-angan
mendirikan stasiun radio dianggap sebagai proyek mustahil. Tapi toh
akhirnya ia bisa mewujudkan impiannya.
“Ketika
itu teman-teman menganggap bahasa Jawanya 'tangeh lamun' sesuatu yang
mustahil. Tetapi kita ingin membuka ruang baru bagi teman-teman. Selama
ini teman-teman tunanetra itu kecenderungan diarahkan jadi tukang pijat,
pekerjaan-pekerjaan tertentu. Sementara kita ingin, tunanetra itu kan
sebatas tidak bisa lihat. Sedangkan indra lainnya masih bisa. Jadi
selama kita belum mencoba, ya belum tentu tidak mungkin.”
Itu ditujukan ke siapa? Umum?
“Ini yang membedakan Sahabat Mata dengan
organisasi ketunanetraan lain. Kalau yang lain itu lebih ke internal,
mengurusi teman-teman tunanetra. Tapi kita coba berkiprah bagaimana
teman-teman tunanetra ini tidak saja bermanfaat bagi sesama tunanetra
tapi juga untuk yang umum."
Sudah lebih dari setahun, Radio Sama FM
mengudara, menyapa pendengar dalam radius lima kilometer di sekitar
Mijen, Semarang, Jawa Tengah. Setiap hari sejak pukul 14 siang hingga
pukul 22 malam, para penyiar dan operator tunanetra menghadirkan
berbagai acara, mulai dari perbincangan kesehatan, musik, pengajian,
hingga buku bicara.
Kerja Sama dengan Sekolah
Siang itu dua guru muda mendatangi
studio Radio Sama FM yang didirikan Yayasan Sahabat Mata. Bukan tanpa
alasan pengelola SD Cahaya Bangsa Mijen Semarang bermitra dengan Radio
Sama FM dalam kegiatan pendaftaran siswa baru. Menurut Atika dan Anum,
dari SD Cahaya Bangsa, keinginan bekerjasama itu muncul sejak pihak SD
mengundang Yayasan Sahabat Mata untuk memberikan motivasi pada para
siswa.
"Yang membuat tertarik itu, karena
teman-teman di sini itu hampir semua tunanetra. Kita tahunya tunanetra
itu seperti itu, tapi ternyata di sini tidak seperti biasa. Ternyata ada
keluarbiasaannya. Ternyata meski tunanetra itu mereka masih bisa
berkarya, salah satunya dengan radio. Karena kami begitu antusias dengan
semangat mereka.”
"Harapannya kita bisa menularkan
semangat mereka. Walaupun mereka punya keterbatasan, tapi ternyata masih
bisa berkarya. Semangat seperti itu yang ingin kita tularkan ke
anak-anak.
Dan ternyata, Atika dan Anum juga salah satu pendengar setia Radio Sama FM.
“Acara
malam. Sekitar 21.30 itu tentang buku bicara. Buku bicaranya tentang
tetralogi karangan Tere Lie, Serial Anak-anak Mamak.”
Bagi pendiri Radio Sama FM Basuki,
keberadaan SD Cahaya Bangsa dan nanti sekolah lain adalah dalam upaya
kampanye inklusifisme sekolah, yang tidak membedakan anak berkebutuhan
khusus.
“Kita sebelumnya belum mengarah ke sana.
Tapi beliau-beliau di Cahaya Bangsa itu melihat kita seperti ini,
akhirnya ingin kerjasama. Mereka ada publikasi di sini, dan kita coba
ke Cahaya Bangsa itu agar mereka jadi sekolah inklusif, atau sekolah
umum yang bisa menerima teman-teman yang berkebutuhan khusus.”
Respon mereka?
“Insya Allah tahun ajaran besok itu satu siswi tunanetra masuk ke sana, kelas I."
Basuki kini sedang merancang sejumlah
program dan kegiatan, agar keberadaan Radio Sama FM lebih maksimal.
Termasuk kerjasama dengan sejumlah radio komunitas di sekitar Semarang.
"Karena fokus kita ke pendidikan, kita
arahnya ke sana semua. Ada buku digital. Harapannya nanti ada guru
ngajar di studio, kerjasama dengan sekolah, nanti ada guru mengajar ke
sini. Pelajaran sosial maupun eksak, pelajaran sekolah itu bisa kita
ajarkan di sini. Terus, remaja-remaja, membangun kreativitas di sini.
Karena kita juga kerja sama dengan sekolah-sekolah di sini.“
Ingin Bangun TV Tunanetra
Tak ada yang tidak mungkin selama ada
niat dan kemauan kuat. Itu pula yang dipegang Basuki, termasuk mimpi
berikutnya nanti untuk membangun televisi komunitas dengan penyiar dan
operator tunanetra.
"Secara teknis tidak ada kendala, yang
jelas kendala di anggaran. Karena anggaran masih subsidi dari Yayasan
Sahabat Mata. Kita ingin Sama FM nanti bisa produktif sendiri.”
Komersial?
“Target kita begitu. Target kita lima
tahun. Lima tahun komunitas, lalu bisa ke komersial. Lalu di tahun
kelima, akan kita bangun tv komunitas.”
Penyiarnya?
“Nanti semua tunanetra, kecuali
kameramen. Hahaha. Sejak awal kita sudah omong-omong ke teman-teman.
Untuk merintis tv komunitas.”
Namun proses membentuk Radio Komunitas
Sama FM menjadi radio komersial bukan tantangan mudah. Salah satu
tantangannya adalah keterbatasan sumber daya manusia. Saat ini Radio
Sama FM hanya memiliki tiga penyiar yang sekaligus berperan menjadi
operator. Selain Basuki dan Sofyan, ada penyiar dan operator perempuan
Siti Maimunah.
"Saya sih lebih ke operator. Kalau jadi
penyiar itu nggak asyik. Saya lebih suka mengoperasikan komputer,
radionya. Kalau jadi penyiar itu nggak terlalu suka, lebih suka setting
lagi."
Untuk mengatasi masalah itu, Yayasan
Sahabat Mata mengundang sejumlah tunanetra dari berbagai daerah untuk
dilatih sebagai penyiar dan operator.
Pelatihan itu bisa dibilang lebih berat
seribu kali dibanding pelatihan komputer untuk orang awas. Karena yang
digunakan adalah komputer yang umum dipakai banyak orang, papan ketik
huruf latin, dan mixer pengatur suara sebagaimana dipakai radio pada
umumnya. Mereka hanya mengandalkan telinga untuk mendengarkan mesin
pembaca layar di komputer.
"Pukul 20 tepat, waktu Radio Sama FM, 107,7 MHz. Inspirasi dan motivasi...."
di kutip ulang dari beberapa sumber media di internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar